Saturday, August 11, 2007

Menengok Kembali Sejarah


“Sejarah bagi sesuatu bangsa adalah satu catatan kenangan, namun bukan sekedar diketahui, tetapi dari situlah bangsa itu hidup. Dia adalah karya dasar yang diletakan dan bangsa itu mengikatkan diri kepadanya, jika mereka tidak mengendaki menjadi sirna, tetapi mengginginkan untuk mendapat tempat di dalam humanitas”. ( Karl Jaspers, 1968).

Apakah Sejarah Itu ?
Apakah makna yang terkandung dalam sejarah hanyalah rekaan peristiwa saja ataukah memiliki makna yang sangat dalam? Pertanyaan yang penting untuk dikaji lebih lanjut. Karena itu akan memberikan pencerahan pemaknaan tentang sejarah. Bahwasanya sejarah kalau dirunut lebih jauh merupakan asal kata dari bahasa Arab yaitu syajarah yang berarti ‘pohon’. Kata ini diambil karena mungkin sejarah menunjukan konotasi genealogi, yaitu pohon keluarga, yang menunjukan pada suatu asal usul marga.


Sejarah menurut orang Jerman disebut dengan Geschichte, sedangkan orang Inggris menyebutnya history yang berasal dari kata Yunani istoria. Istoria yang berarti ilmu untuk segala macam ilmu pengetahuan tentang gejala alam, baik yang disusun secara kronologis maupun yang tidak. Dalam proses perkembangannya, kata istoria khusus digunakan untuk ilmu pengetahuan yang disusun secara kronologis, terutama yang menyangkut hal ikhwal manusia, sedangkan untuk pengetahuan yang disusun secara tidak kronologis digunakan dengan kata scientia yang berasala dari kata Latin.
Ada ungkapan yang telah menjadi kaidah dalam sejarah menyatakan bahwa : “Dengan mempelajari sejarah akan menjadikan kita lebih bijaksana terhadap suatu peristiwa”. Historia vittae Magistra.
Guna sejarah adalah sebagai cermin untuk dijadikan pedoman bagi masa kini dan masa mendatang. Untuk itu para sejarawan dituntut untuk bertindak jujur, tidak menggelapkan apalagi menghapuskan peristiwa sejarah dengan dalih apapun. Karena kepalsuan sejarah akan menghasilkan cermin yang palsu juga. Kebenaran sejarah haruslah teruji. Tugas menjalankan sejarah secara benar dan utuh adalah kewajiban mulia. Penggunaan pengetahuan sejarah dengan tujuan propaganda bagi kepentingan kekuasaan akan melahirkan kebohongan sejarah.
Dengan mempelajari sejarah dapat memberikan manfaat bagi orang yang mempelajarinya. Manfaat itu ialah dia menjadi terlatih untuk menganalisa, mempergunakan nalar dalam mengaitkan antara satu peristiwa dengan peristiwa yang lain, mampu membaca peristiwa dan menginterpretasikannya; bahkan juga dapat meramalkan peristiwa yang bakal terjadi dengan mengamati gejala-gejala yang sedang terjadi dengan mendasarkan pada peristiwa sejarah masa lalu.

Penulisan Sejarah Terbaik
Untuk menghindari pengetahuan pseudo tentang sejarah , maka tipe yang dianggap baik dalam penulisan sejarah pada dewasa ini ialah tipe filsafat sejarah. Filsafat sejarah adalah pengkajiaan dan penelaahan peristiwa-peristiwa sejarah dengan mempertimbangkan kebenaran dan kepalsuannya dengan cara melihat hubungan sebab akibat, membandingkan peristiwa itu dengan peristiwa yang lain yang serupa, mencari persamaan dan perbedaan-perbedaannya dan selanjutnya menarik kesimpulan-kesimpulan.
Filsafat sejarah mengikuti tipe filsafat pada umumnya, yaitu spekulatif dan kritik. kritik filsafat sejarah , dalam banyak hal sama seperti filsafat sain, yaitu berusaha menjelaskan hakikat yang dipertanyakan oleh si sejarawan sendiri. Dia mengkritik keyakinan dasar yang dia pergunakan seperti konsep sebab, penjelasan, fakta dan sebagainya. Kritik filsafat sejarah mempertanyakan bagaimana sejarawan memahami masa lalu. Apakah metode mempertanyakan berbeda dengan jenis pertanyaan yang digunakan pada ilmu pengetahuan alam? Apakah penjelasan kesejarahan dan apakah dia berbeda dengan penjelasan sain? Dapatkah seorang sejarawan bertindak objektif? Banyak filsuf kontemporer merasa yakin bahwa pertanyaan-pertanyaan seperti ini adalah problema yang absah yang dihadapkan kepada filsuf sejarah dan kesemuanya berusaha untuk menanggalkan formulasi-formulasi teori-teori spekulatif tentang sejarah.


Penutup
Dari uraian singkat di atas jadi jelaslah bahwa ilmu sejarah tidak bisa di pisahkan dari kehidupan manusia baik sebagai individu maupun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sartono Kartodirdjo menyatakan bahwa suatu bangsa yang tidak mengenal sejarahnya berarti bangsa itu tidak mempunyai identitas, padahal bangsa tanpa identitas adalah contradiction in terminis. Maka benar yang dikatakan Soekarno “Jangan sekali-sekali meninggalkan sejarah”, karena dengan melupakan sejarah menyebabkan kita terjebak dalam amnesia historis. Sejarah adalah cermin kejujuran bangsa.


DAFTAR PUSTAKA


Gottschalk, Louis, 1985, terjemahan Nugroho Notosusanto, Mengerti Sejarah, Jakarta : Universitas Indonesia Press.

Kartodirdjo, Sartono, 1999, Pengantar Sejarah Indonesia Baru : Sejarah
Pergerakan Nasional ( Dari Kolonialisme Sampai Nasionalisme ) Jilid 2, Jakarta : Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.

Kartodirdjo, Sartono, 1968, Lembaran Sejarah No. 2: Beberapa Fasal dari Historiografi Indonesia, Yogyakarta : Yayasan Kanisius.

Kuntowijoyo, 1994, Metodologi Sejarah, Yogyakarta : PT. Tiara Wacana.

Nourouzzaman, Shiddiqi, 1984, Menguak Sejarah Muslim: Suatu Kritik
Metodologis, Jakarta : PLP2M( Pusat Latihan, Penelitian dan Pengembangan Masyarakat.

No comments: