Jika kita mendengar kata Yogyakarta, maka pikiran kita pasti langsung terbesit dengan ibu kota provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kota yang menjadi ikon budaya tidak saja lokal tapi mancanegara. Kota yang terkenal dengan makanan khasnya gudeg dan beraneka macam budaya maupun objek wisata.
Terus dimana letak persamaannya dengan nama tempat yang hanya ibu kota kecamatan saja, Buahdua yang merupakan salah satu dari 26 kecamatan yang ada di Kabupaten Sumedang Jawa Barat. Satu yang tidak dipungkiri adalah suasana zaman dan pengalaman batin historis sewaktu mempertahankan kemerdekaan.
Memang secara langsung tidak ada hubungan tetapi dilihat dari pengalaman sejarah, dua tempat ini terasa dekat dan akrab. Semuanya kembali ke tahun 1948 setelah Perjanjian Renville ditandatangani sehingga RI tinggallah Yogyakarta saja. Karena alasan politis, sebagian TNI dari Jawa Barat harus menyingkir ke wilayah negara bagian RI di Yogya.
Sejak saat itulah, mulai dirangkai hubungan historis sampai akhirnya TNI dari Yogyakarta kembali lagi ke Jawa Barat dan pertama menginjakan pengaruh kekuatan Siliwangi yang semakin kuat cengkramannya di bumi tanah Pasundan ini.
Rintangan tentara Siliwangi yang pulang kembali ke haribaan kampung halamannya menghadang di medan perjalanan. Jika sewaktu berangkat Siliwangi dihantarkan sampai Semarang dengan menumpang kapal laut, maka sewaktu long march Siliwangi berjalan kaki menembus hutan belantara Jawa yang berbahaya. Entah berapa prajurit Siliwangi yang gugur di medan laga sewaktu long march.
Begitu pun setibanya di bumi Pasundan, rintangan silih berganti datang. Baik dengan pertentangan intrik militer dalam tubuh Siliwangi sendiri, maupun dengan laskar perang yang tadinya sehaluan setelah pulang kembali mereka nyata-nyata menjadi batu sandungan yang menjadi lawan tanding tambahan selain Belanda.
Laskar-laskar tentara Islam yang tergabung dalam barisan Darul Islam Kartusuwiryo pun tak pelak banyak mewarnai peperangan tak terhindarkan. Situasi politik di Jawa Barat semakin runyam. Selain harus berhadapan dengan Belanda, Siliwangi pun terpaksa berperang dengan saudara sendiri baik itu di dalam tubuh Siliwangi maupun dengan DI.
Pecahlah konflik segitiga di Jawa Barat. Peperangan dengan tentara Siliwangi terjadi karena perbedaan prinsip perjuangan di Jawa Barat. Sebagian tentara Siliwangi ketika gagasan Negara Pasundan terbentuk ada yang sejalan dengan cita-cita perjuangannya. Ada pula sebagian tentara Siliwangi yang memang jauh bersebrangan. Sampai pada akhirnya benar-benar menjadi lawan.
Ada beberapa hipotesis dari beberapa pengamat militer, yang mengatakan Siliwangi yang setuju dengan terbentuknya Negara Pasundan lantaran mereka telah terbujuk oleh oportunis kaum federalis yang diiming-imingi pangkat dan jabatan jika kelak negara tersebut berdiri sendiri. (*)
No comments:
Post a Comment