Deandels |
Selama ini semua orang tahu kalau patung yang berdiri di persimpangan jalan Cadas Pangeran merupakan rekaman cerita sejarah kelam Cadas Pangeran dalam masa pembangunannya di masa penjajahan kolonial. Tetapi benarkan orang yang bersalaman dengan tangan kiri oleh Pangeran Kornel itu Deandels?
Kenyataan itu terungkap dalam sebuah makalah ilmiah karya Dr.M.I.Djoko Marihandono S.S.,M.Si seorang pengajar tetap pada Program Studi Prancis, Departemen Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, yang berjudul Mendekonstruksi Mitos Pembangunan Jalan Raya Cadas Pangeran 1808: Komparasi Sejarah Dan Tradisi Lisan. Makalah tersebut mencoba mengungkap tabir mitos pembangunan jalan jalur Bandung—Sumedang yang memunculkan banyak mitos yang tumbuh di masyarakat.
Djoko mencoba mendekontruksikan kembali sejarah Cadaspangeran dengan cara membandingkan antara sejarah dan tradisi lisan. “Pembangunan jalur ini menumbuhkan banyak mitos karena kondisi medan alamnya yang sangat berat, melalui lereng gunung yang bercadas, yang secara geografis berbeda dengan pembangunan jalan jalur lainnya yang dikerjakan Deandels,” urai Djoko pada halaman empat pembukaan makalahnya.
Pada poin kelima makalah dengan subjudul ‘Dekonstruksi Mitos Pembangunan Jalan Cadas Pangeran’, Djoko mengelaborasi kajiannya dengan mempertegas pendekatan yang digunakannya yakni dekonstruksi sejarah. Tujuan utama dari metode dekonstruksi urai Djoko yaitu pemberian makna baru atas interpretasi terhadap fakta sejarah.
Data arsip yang digunakan sebagai bahan kajian adalah kumpulan surat-surat yang tersimpan dalam bundel Priangan yang tersimpan di Arsip Nasional RI (ANRI). Arsip ini berasal dari korespondensi selama pertengahan tahun 1808 dari para penguasa pribumi kepada para pejabat Belanda, khususnya yang ditugasi untuk mengawasi pelaksanaan proyek jalan raya tersebut.
Dari kumpulan surat tersebut tampaknya berbeda dengan apa yang dimuat dalam mitos yang menyampaikan bahwa Pangeran Kusumadinata atau dikenal Pangeran Kornel (1971-1828) menentang pembangunan jalan raya tersebut dengan alasan daerah yang dilewati (Cadas Pangeran) sangat memberatkan bagi tenaga kerjanya. “Sebaliknya bupati Sumedang (tanpa nama) yang disebut-sebut dalam arsip tidak menyatakan keberatan sama sekali, bahkan menawarkan bantuannya lebih lanjut kepada penguasa kolonial jika masih diperlukan,” tulis Djoko pada halaman 15.
Peristiwa kedatangan seorang Gubernur Jenderal ke suatu daerah akan meninggalkan catatan arsip yang cukup panjang mulai dari laporan keberangkatannya sampai kembalinya dan jalur yang ditempuhnya, pasti akan dicatat secara lengkap dan tersimpan dalam arsip. “Peristiwa pertemuan Gubernur Jenderal Daendels dan Pangeran Kusumadinata tidak tertulis dalam arsip mana pun, termasuk juga dalam laporan Daendels sendiri kepada Menteri Perdagangan dan Koloni Van der Heim,” jelas Djoko masih di halaman 15. Di samping arsip, beberapa tulisan leksikografi yang membahas tentang masa pemerintahan Daendels juga tidak menyebut sebuah peristiwa terjadi di Cadas Pangeran.
Lebih lanjut, Djoko mencoba menganalisanya dari sisi temporal antara yang tertera pada prasasti di Cadas Pangeran dengan masa-masa penting Deandels tinggal di Hindia Belanda. Dalam prasasti itu tertulis tanggal pembuatannya antara 26 November 1811 sampai dengan 12 Maret 1812.
Berdasarkan sumber arsip, Daendels mengakhiri masa pemerintahannya pada tanggal 16 Mei 1811 ketika harus menyerahkan jabatannya kepada Jan Willem Janssens. Pada tanggal 29 Juni 1811 Daendels berlayar kembali ke Eropa dari pelabuhan di Surabaya. Pada bulan September 1811 ia diterima oleh Napoléon Bonaparte di Paris Prancis.
“Dengan demikian periode yang dimaksudkan dalam prasasti tersebut (tanggal 26 November 1811 sampai dengan 12 maret 1812) bukan masa pemerintahan Daendels, melainkan masa pemerintahan Raffles (Inggris),” urai Djoko.
Yang menjadi pertanyaan selanjutnya, lantas siapakah orang yang ditemui Pangeran Kusumadinata dan diajak berjabattangan dengan menggunakan tangan kiri itu? Berdasarkan kenyataan itu, Djoko menyimpulkan bahwa sebenarnya tidak ada sama sekali pertemuan antara Pengeran Kusumadinata dengan Deandels di Cadas Pangeran. Begitu juga setelah masa pemerintahan Deandels digantikan oleh Raffles sangat tidak mungkin. Lantaran seperti diketahui Djoko dari arsip pemerintah Inggris (Engelsch Tusschenbestuur) tidak pernah tercatat kunjungan Raffles ke daerah Priangan selama tahun pertama pemerintahannya.
Menurut Djoko, kemungkinan besar yang bisa diduga adalah bahwa pejabat yang bertemu dengan Pangeran Kusumadinata di Cadas Pangeran hanya seorang pejabat tinggi Inggris, khususnya yang ditugasi untuk mengawasi proyek perluasan jalan yang ada. Mengingat usia Pangeran Kusumadinata, pada saat peristiwa yang ada dalam prasasti itu, baru 20 tahun.
No comments:
Post a Comment