Saturday, August 11, 2007

Jas Merah Pemuda

“Kebebasan mahasiswa dan pemuda terletak pada semangatnya, cita-cita, ide dan gagasan yang semua itu mampu membobol tembok-tembok penjara. “
(Mahatma Gandhi)

Hari Sumpah Pemuda (SP) yang diperingati setiap tanggal 28 Oktober memiliki momentum nasional yang mengingatkan semangat persatuan dan kesatuan pemuda. Manifestasi solidaritas berbangsa yang diperjuangkan dalam pergerakan pemuda, yang tergabung dalam Jong Java atau Jong Islamiten Bond. Pada masa itu telah ada tantangan nyata untuk mewujudkan cita-cita memerdekakan diri yakni menjadi sebuah “nation”, salah satu realisasi dari menyadari arti pentingnya nasionalisme. “Sumpah”, menjadi solusi demi tegaknya martabat bangsa. “Sumpah” untuk mewujudkan ikatan persaudaraan, untuk memperkokoh integritas nasional sebagai syarat mutlak mewujudkan cita-cita bangsa. SP yang merupakan “resolusi” Kongres Pemuda Kedua pada tahun 1928 itu merupakan perwujudan tekad bersama semua unsur pemuda di Nusantara. Membulatkan tekad dengan menyatukan bangsa, “satu bangsa Indonesia, bertanah air satu, tanah air Indonesia, dan berbahasa satu, bahasa Indonesia”.

Keberadaan pemuda saat ini mengalami distorsi semangat nasionalismenya. Sebagian di antara pemuda terjerembab ke dalam materialisme, hedonisme, konsumersime, individualisme, permisifisme, dan sekularisme. Kita masih berlega hati dengan adanya sekelompok pemuda yang berprestasi, mempunyai kepribadian, dan memiliki integritas moral yang membanggakan.

Di era globalisasi saat ini, akses atau transformasi merajalela dan mudahnya pengaruh asing yang sebenarnya tidak cocok, masuk dan diambil oleh pemuda. Mungkin kita sebal melihat, mendengar, atau membaca di setiap media tentang kenakalan remaja. Entah itu tawuran, terlibat narkoba, kriminalitas atau pergaulan bebas yang semakin mencemaskan. Kemudian yang tercipta adalah generasi muda yang jauh dari moralitas, rapuh dan berwatak gagap, diperparah dengan lingkungan sosial yang amburadul. Cukup beralasan kalau kemudian terlahir generasi yang tidak dapat diandalkan, menghianati amanat Generasi ‘28.

Pemuda adalah tulang punggung bangsa, bila pemudanya rapuh maka bangsanya pun lumpuh. Sebaliknya bila pemudanya kuat, maka bangsanya pun akan kuat juga. Demi tegaknya bangsa ini seharunya pemuda sadar bahwa nasib bangsa, negara dan agama ada di tangannya. Dari rentetan peristiwa sejarah banyak membuktikan peran atau gerakan pemuda di Indonesia. Dari masa perjuangan, pergerakan, dan perang kemerdekaan, peran pemuda berada di barisan depan.

Sampai bergulirnya Reformasi ‘98, pemudalah yang berhasil meruntuhkan rezim Orde Baru. Mereka telah sukses merumuskan indentitas diri yang otentik dan konsepsi kepribadian yang dinamis dalam pergumulan sejarah bangsanya. Untuk itu sebagai pemuda harapan bangsa dituntut untuk memperbaiki eksistensi diri dengan menjadi agen perubahan (agent of change), memiliki idealisme yang mulia, kritis dan peka terhadap gejala sosial, serta memiliki sikap pemberani dan rela berkorban demi nusa dan bangsa.

Maka sungguh tepat momentum SP kali ini kita jadikan sebagai batu loncatan (starting point) bersama untuk mencermati peran generasi muda dari penyadaran urgenitas nasionalisme.

Penerapannya tentu pada kesamaan landasan dasar bagi normalisasi kehidupan masyarakat yang damai sejahtera, yang melintasi batas-batas identitas etnis dan agama. Semoga setiap zaman yang dijalani bangsa ini dapat mencetak generasi muda sebagai generasi baru yang santun, elok, well educated, dan civilized.

Dunia yang sehat dalam berbagai aspeknya akan menjadi cermin jernih bagi generasi muda untuk berkaca diri. Generasi sekarang bisa belajar dari berbagai kekeliruan dan kegagalan generasi sebelumnya, sehingga terhindar dari reproduksi sejarah yang buram dan selamat dari jebakan epigon sejarah.

Untuk itu kita perlu menjadi bangsa yang mengenal sejarahnya agar menjadi bangsa yang mempunyai identitas agar tidak menjadi bangsa tanpa identitas. Sartono Kartodirdjo menyebutnya “Contradiction in terminis”.

No comments: